Titik Temu Mistisme dan Fisika Baru
Michel Talbot seakan mengajak kita
bertamasya ke wilayah mistik kuno, lebih tepatnya kearifan kuno, dan
fisika baru, kemudian mempersilahkan kepada kita untuk menjumput
persamaan-persamaan yang ada diantara wilayah tersebut. Apakah ada
“sesuatu” yang memang bisa dijumput dari dua wilayah yang sekilas
bertolak belakang itu? Kalau “ada” dimana letak titik pertemuan
tersebut?
Membicarakan mistis tentunya tidak
lepas dari hal-hal yang di luar nalar manusia. Mistis lebih cepat
merebak di kalangan masyarakat dibandingkan dengan dunia ilmiah. Hal ini
tidak lepas, kemunculan mistis memang lebih dahulu dibandingkan dengan
cara berpikir ilmiah. Bahkan, keberadaan mistis sampai hari ini pun
masih tetap eksis, dan digandurngi masyarakat dalam hal tertentu.
Fisika, baik lama maupun baru,
merupakan metoda ilmiah. Kelahirannya didasarkan dari serangkain
percobaan-percobaan yang mengikuti aturan ketat sehingga dihasilkan
kesimpulan yang bisa diterima nalar. Fisika kini telah melanda kehidupan
kita, meski tergolong baru namun kehadiran sungguh berasa dalam
kebudayaan manusia. Teknologi juga menjadi roda yang turut melajukan
perputaran kemajuan fisika dalam kehidupan ini.
Kemajuan-kemajuan fisika tidak
hanya sebatas dapat dipandang mata, tetapi juga dunia subatomik yang
notabenenya tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Kemajuan ini
tentunya semakin melempangkan derap laju sains fisika untuk merambah
lebih jauh ke dalam permasalahan-permasalahan yang mungkin selama ini
diyakini tidak mungkin terjamah.
Fisika dalam balutan sejarah memang
selalu mengundang pro dan kontra bagi banyak kalangan, khususnya
agamawan yang lebih dulu bertengger sebagai komando perjalanan manusia.
Sebut saja, Galileo yang menyatakan bahwa bumi bukanlah pusat tata
surya, sebaliknya mataharilah sebagai pusat tata surya kita. Implikasi
transformasi geosentri ke heliosentris menyebabkan Galileo harus
berhadapan dengan kalangan agamawan.
Melihat dua wilayah yang mempunyai
cara kerja yang berbeda bagaimana mungkin kita akan menemukan titik
temu? Apakah yang menggerakkan Michel Talbot begitu yakin bahwa antara
fisika baru dengan mistisme mempunyai titik singgung?
Berawal dari Werner Heisenberg yang
mengemukakan Prinsip Ketidakpastiannya yang terkenal dan mengawali
sebeuh perdebatan filosofis di antara para fisikawan kuantum yang masih
belum juga terputuskan. Menurut Heisenberg bahwa pengamat mengubah apa
yang diamati karena tindakan pengamatannya itu. sekilas pandangan
Heisenberg menyinggung tentang maya, salah satu ketidak-logisan
arsitektur yang dibicarakan Borges.
Menurut fisika baru, ruang-waktu
dan pengamat tidak terpisahkan. Ketiganya saling mempengaruhi satu sama
lainnya. Tidak ada waktu yang absolut. Tidak ada pembagian yang tegas
antara realitas subjektif dan realitas objektif; kesadaran dan alam
fisik dihubungkan oleh sesuatu mekanisme fisik yang fundamental.
Hubungan antara pikiran dan realitas ini tidak bersifat subjektif atau
objektif; tetapi “omnijektif” (hlm. 2)
Konsep omnijektif sudah lama
bergulir dalam tradisi Tantra Hindu yang mempostulasikan filsafat yang
serupa. Menurut tantra, realitas adalah ilusi atau maya. Kesalahan pokok
kita yang tidak memahami maya ini, kata Tantra, adalah bahwa kita
memahami diri kita sebagai bagian terpisah dari lingkungan. Tantra
sangat eksplisit dalam menegaskan pandangan ini. Pengamat (observer) dan
realitas objektif adalah satu.
Halaman awal, bagian satu dan dua,
pembaca mungkin terasa bosan untuk mencerna pemaparan Talbot. Wajar jika
itu terjadi, sebab di awal-awal Talbot masih membahas tentang fisika
barunya, membahas sejarahnya meski ada sedikit persinggungan dengan
mistisme tetapi itu tidak terlalu kental. Baru di bagian tiga Talbot
menyinggung lebih dalam kesamaan konsep fisika baru dengan mistisme.
Seperti masalah materi, sains Barat
mencoba memahami materi dengan membagi-bagi dalam blok-blok bangunan
dasar. Namun, permasalahannya bagaimana caranya memahami blok-blok
tersebut. Max Planck, mengatakan bahwa cahaya itu bercatu dan berisikan
paket-paket energi kecil yang disebut kuanta. Persamaan Enstein, E=MC2,
menyiratkan bahwa materi merupakan energi yang terperangkap. Tampaknya
bahan primordial alam semesta adalah gelombang/pertikel-pertikel dan
kuanta tersebut. gelombang dan partikel, dua jenis entitas yang saling
bertentangan dan komplementaritas yang menempati blok-blok dalama
katergori analog dengan kucing Scrodinger.
Teori konsep materi tersebut setidaknya serupa dengan konsep-konsep Tantra Hindu tentang nada dan bindu. Jika diterjemahkan secara kasar, nada berarti gerakan atau vibrasi. Nada adalah gerakan yang pertama kali diciptakan Brahma dalam kesadaran kosmis. Bindu berarti
sebuah titik. Menurut Tantra, ketika materi dianggap terpisah dari
kesadaran, materi ini bisa dianggap terbuat dari banyak bindu, dan objek-objek fisik tampak membesar dalam ruang.
Kemanakah alam semesta ini ketika
runtuh? Menurut tradisi Tantra, alam semesta ini ditarik ke dalam Sakti
yang menciptakannya. Alam semesta ini runtuh menjadi apa yang sekarang
dikenal sebagai Siva bindu, sebuah titi matematis tanpa besar. Siva bindu mirip sekali dengan lubang hitam makrofisik.
Masih banyak lagi yang coba dicari
titik temu antara mistis yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat
yang kemudian mencoba dijelaskan dengan fisika baru. Seperti kejadian
yang menyangkut kehidupan para yogi yang mampu mengiringkan baju basah
di puncak Himalaya dan berjalan dibara api. Semuanya dikupas dengan
menarik, meski dengan bahasa fisika yang mungkin saja susah untuk
dipahami.
Jika sains adalah kekuatan paling
handal untuk mengungkap kebenaran dan agama sebagai kekuatan tunggal
untuk mencipta makna, maka dengan bahasa yang agak berbeda agama
merupakan biokomputer. Agama adalah seperangkat metaprogram, seperangkat
simbol yang memungkinkan biokomputer secara struktural berkomunikasi
dengan tingkat-tingkat yang lebih rendah dalam sistem syaraf yang
mengendalikan pembuat realitas.
Nah, mungkin suatu saat ada ilmuwan
yang bisa menjelaskan klenik-klenik yang ada di Indonesia, biar ada
cakrawala baru soal ilmu-ilmu yang lebih dahulu bercongkol di tanah air
itu. Suatu saat ada perubahan cara pandang tentang santet, misalnya,
bahwa ilmu itu bisa dikaitkan dengan ilmu kedokteran seperti pemasangan pen pada korban patah tulang. Kalau ini yang terjadi, mungkin hidup ini lebih asyik.
Judul : Mistisisme & Fisika Baru
Judul asli : Mysticism and the New Physics
Penulis : Michel Talbot
Penerbit : Pustaka Pelajar Yogyakarta
Tahun terbit : cetakan 1, Desember 2002
Tebal : 278 halaman
ISBN : 979-3237-17-1
Sumber: http://media.kompasiana.com/buku/2012/05/27/titik-temu-mistisme-dan-fisika-baru-460388.html
0 komentar:
Posting Komentar